Intervensi Pola Pikir yang Berekspektasi Terhadap Perguruan Tinggi dan Lapangan Pekerjaan

ENAMPAGI - Tak sedikit pola pikir yang beredar bebas di masyarakat, akan mengintervensi diri terutama orang tua, untuk menaruh harapan agar meningkatkan kelayakan hidup pada keluarga.

Maka tak hayal, pola pikir dalam kesuksesan hidup seseorang itu diukur dari pekerjaan yang mapan dan gaji yang lebih dari kata cukup.

Sehingga, perguruan tinggi yang bonafide dan fakultas yang sekiranya banyak menyerap tenaga kerja, menjadi pilihan terbaik untuk menciptakan kehidupan yang layak dan bahagia.

Berbicara pendidikan, faktanya banyak di antara mahasiswa itu dilema atau bahkan setres. Lantaran ijazah yang diraihnya belum menjamin untuk mendapatkan pekerjaan secara langsung, dan sesuai dengan ekspektasinya.

Baca Juga: Manfaat Air Sangat Penting dan Berharga Bagi Kesehatan Tubuh Manusia

Justru mereka harus dihadapkan pada persaingan yang ketat di lapangan pekerjaan. Karena penyedia lapangan kerja itu tidak berbanding lurus dengan lulusan dari jenjang dunia pendidikan.

Hal ini dibuktikan dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 6.816.840 pengangguran terbuka di Indonesia per Februari 2019.

Rincian jumlahnya bervariasi, berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

Baca Juga: Menteri Pertahanan Prabowo Subianto Menunjuk Deddy Cobuzier Sebagai Duta Komponen Cadangan TNI AD

Terlepas dari harapan tiap individu atau intervensi dari orang-orang di sekitarnya.

Faktanya terdapat ketidakselarasan antara profil lulusan universitas dan kualifikasi tenaga kerja yang siap pakai di perusahaan.

Menurut hasil studi Willis Towers Watson tentang Talent Management and Rewards tahun 2014, mengungkap bahwa delapan dari sepuluh perusahaan di Indonesia, mengalami kesulitan untuk mendapatkan lulusan perguruan tinggi yang siap pakai.

Baca Juga: Polisi Banting Pendemo, Polda Banten Minta Maaf dan Akan Beri Tindakan Tegas kepada Pelaku

Lantas, apakah pilihan perguruan tinggi dengan fakultas yang kiranya banyak menyerap tenaga kerja ini, akan selamanya menjadi ekspektasi yang menjanjikan sebagai standar kesuksesan?